MAKALAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM
PAI
Tentang
PERAN
GURU DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Disusun
oleh:
Inggrat Welano :
1414010258
Aldino
Saputra : 1414010360
Zulhamdi : 412.118
Dosen
Pembimbing:
Prof. Dr. H. Syafruddin
Nurdin, M.Pd.
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN
IMAM BONJOL PADANG
2015/2016
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat
Allah swt yang telah memberikan penulis rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat makalah ini dalam mata kuliah “Pengembangan Kurikulum PAI”
Shalawat serta salam tetap tercurahkan
kepada Nabi Muhammad saw. Yang mana beliau telah memberi kita petunjuk kepada
jalan yang benar.
Semoga dengan penulisan makalah
Pengembangan Kurikulum PAI dengan tema “Peran Guru dalam Pengembangan Kurikulum”
ini dapat menambah pengetahuan kita dan juga dapat diterapkan dalam proses
belajar mengajar.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan
kepada dosen mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI dan teman-teman yang
membantu dalam menyelesaikan tugas ini, kritik yang membangun informasi dan
gagasan yang inovatif tetap penulis
harapkan di kemudian hari, agar kami bisa menjadi lebih baik.
Padang, 7 Mei 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurikulum memegang kedudukan kunci dalam
pendidikan, sebab berkaitan dengan arah, isi dan proses pendidikan yang pada
akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan.
Dalam suatu lembaga pendidikan, salah satu tokoh yang memiliki peranan yang
begitu penting dalam pengembangan kurikulum adalah guru.
Guru merupakan ujung tombak keberhasilan
pendidikan yang terlibat langsung dalam mengembangkan, memantau, dan
melaksanakan kurikulum sehingga pembelajaran dapat berjalan lancar dan dapat
mencapai tujuan yang diharapkan. Meskipun ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang cukup pesat, tidak berarti menyurutkan peranan guru. Bahkan,
hasil-hasil teknologi tersebut akan menambah beban tugas dan tanggung jawab
guru. Oleh karena itu, guru memegang peran penting dalam pengembangan kurikulum
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan guru?
2.
Apa yang dimaksud dengan Pengembangan Kurikulum?
3.
Bagaimana Peran Guru dalam Pengembangan Kurikulum?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan guru?
2.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pengembangan Kurikulum?
3.
Untuk mengetahui bagaimana Peran Guru dalam Pengembangan Kurikulum?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Makna Guru
Guru merupakan titik
sentral, yaitu sebgaia ujung tombak di lapangan dalam pengembangan kurikulum. Guru
memegang peranan yang sangat penting, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan
kurikulum. Dia adalah perencana pelaksana, dan pengembang kurikulum bagi
kelasnya. Gurulah yang mengolah, meramu kembali kurikulum dari pusat atau dari
daerah untuk disajikan di kelasnya. Karena guru merupakan barisan pengembang
kurikulum yang terdepan maka guru pulalah yang selalu melakukan evaluasidan
penyempurnaan kurikulum.
Guru bukan hanya
berperan sebagai guru di dalam kelas, ia juga seorang komunikator, pendorong
(motivator) belajar, pengembangan alat-alat (media) belajar, pencoba, penyusun
organisasi, manajer system pembelajaran, pembimbing baik di sekolah maupun di
masyarakat dalam hubungan dengan pelaksanaan pendidikan seumur hidup ( long
life education). Berkat keahlian, keterampilan dan kemampuan seninya dalam
mengajar, guru mampu menciptakan situasi belajar yang aktif, menggairahkan
penuh kesungguhan dan mampu mendorong kreatifitas anak.[1]
B.
Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan pendidikan atau pengajaran dan hasil pendidikan atau pengajaran yang
harus dicapai oleh anak didik, kegiatan belajar mengajar, pemberdayaan sumber
daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum itu sendiri[2].
Sejalan dengan perkembangan pendidikan,
pengertian kurikulum tidak lagi diartikan dalam arti sempit atau terbatas pada
mata pelajaran saja, tetapi lebih luas dari itu, kurikulum bisa meliputi semua
aktivitas yang dilakukan di sekolah dalam rangka untuk mempengaruhi anak didik
dalam belajar agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Termasuk di dalamnya
adalah kegiatan belajar mengajar, mengatur strategi dalam proses
belajar-mengajar, mengevaluasi program pengembangan pengajaran, dan lain
sebagainya[3].
Menurut Nana Sudjana, kurikulum adalah sesuatu
yang diinginkan atau yang dicita-citakan, untuk anak didik. Artinya hasil
belajar yang diinginkan yang diniati agar dimiliki anak didik. Semua keinginan
atau hasil-hasil belajar yang diharapkan disusun dan ditulis dalam bentuk
program pendidikan yakni kurikulum, yang bentuk wujudnya adalah buku kurikulum
serta petunjuk-petunjuknya. Dalam buku kurikulum tersebut terdapat hasil atau
tujuan apa yang diinginkan, bahan mana yang harus diberikan, dan pada tingkat
atau kelas berapa bahan itu diberikan. Semua itu dituangkan dalam bentuk
Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP)[4].
Dari definisi di atas, penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa kurikulum
merupakan bagian dari suatu sistem pengelolaan yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang dijadikan pedoman atau panduan bagi guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, kurikulum merupakan suatu
program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar
yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar
norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi
tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sedangkan pengembangan kurikulum adalah proses
perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan
spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai
komponen situasi belajar-mengajar, antara lain penetapan jadwal
pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata
pelajaran, kegiatan, sumber dan alat pengukur pengembangan kurikulum yang
mengacu pada kreasi sumber-sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran
kurikulum ganda lainnya, untuk memudahkan proses belajar-mengajar.[5]
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa
hambatan. Hambatan pertama terletak pada guru. Guru kurang ikut berpartisipasi
dalam pengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan karena beberapa hal. Pertama,
keterbatasan waktu. Kedua, kekurang sesuaian pendapat, baik antara
sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator. Ketiga, karena
pengetahuan dan kemampuan guru itu sendiri.
Hambatan lain datang dari masyarakat. Untuk
pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan dari masyarakat baik dari segi
pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau
kurikulum yang sedang berjalan. Hambatan yang lain yang dihadapi oleh
pengembang kurikulum adalah masalah biaya. Untuk pengembang kurikulum, apalagi
yang berbentuk kegiatan eksperimen baik metode, isi atau sistem secara
keseluruhan membutuhkan biaya yang sering tidak sedikit.[6]
C.
Peran Guru Dalam Pengembangan Kurikulum
Dilihat dari segi pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat dibedakan
antara yang bersifat sentralisasi, desentralisasi, dan sentral-desentral.
1.
Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat
Sentralisasi
Dalam kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mempunyai
peranan dalam perancangan, dan evalusasi kurikulum yang bersifat makro, mereka
lebih berperan dalam kurikulum mikro. Kurikulum mikro disusun oleh tim atau
komisi khusus, yang terdiri atas para ahli. Penyusunan kurikulum mikro
dijabarkan dari kurikulum makro. Guru menyusun kurikulum dalam bidangnya untuk
jangka waktu satu tahun, satu semester, satu catur wulan, beberapa minggu
ataupun beberapa hari saja. Kurikulum untuk satu tahun, satu semester, atau
satu catur wulan disebut juga program tahunan, semesteran, catur wulanan,
sedangkan kurikulum untuk beberapa minggu atau hari, disebut satuan pelajaran.
Program tahunan, semesteran, catur wulanan, ataupun satuan pelajaran memiliki
komponen yang sama yaitu tujuan, bahan pelajaran, metode dan media
pembelajaran, dan evaluasi, hanya keluasan dan kedalamannya berbeda-beda.
Tugas gurulah menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat, memilih
dan menyusun bahan peljaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat dan tahap
perkembangan anak, memiliki metode dan media mengajar yang bervariasi, serta
menyusun program dan alat evaluasi yang tepat. Suatu kurikulum yang tersusun
sistematis dan rinci akan sangat memudahkan guru dalam implementasinya.
Walaupun kurikulum sudah tersusun dengan berstruktur, tetapi guru masih
mempunyai tugas untuk mengadakan penyempurnaan dan penyesuaian-penyesuaian.
Guru juga berkewajiban untuk menjelaskan kepada siswanya tentang
apa yang dicapai pada pelajarannya. Ia juga hendaknya melakukan berbagai upaya
untuk membangkitkan motivasi belajar, menciptakan situasi kompetitif dan
kooperatif, memberikan pengarahan dan bimbingan. Guru memberikan tugas-tugas
individual atau kelompok yang akan memperkaya dan memperdalam penguasaan siswa.
Dalam kondisi ideal guru juga berperan sebagai pembimbing, berusaha memahami
secara seksama potensi dan kelemahan siswwa, serta membantu mengatasi kesulitan-kesulitan
yang dihadapi siswa.
2.
Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat
Desentralisasi
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok
sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah.
Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau lingkungan wilayah
tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan atas karakteristik,
kebutuhan perkembangan daerah serta kemampuan sekolah tersebut. Dengan
demikiran kurikulum terutama isinya sangat beragam tiap sekolah atau wilayah
mempunya kurikulum sendiri, tetapi kurikulum ini cukup realistis.
Bentuk kurikulum seperti ini mempunyai beberapa kelebihan di
samping juga kekurangan. Kelebihannya diantara lain :
a.
Kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat
setempat
b.
Kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah, baik
kemampuan professional, finansial maupun manajerial
c.
Disusun oleh guru-guru sendiri dengan demikian sangat memudahkan
dalam pelaksanannya.
d.
Ada motivasi kepada sekolah (kepala sekolah, guru) untuk
mengembangkan diri, mencari dan menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya,
dengan demikian akan terjadi semacam kompetisi dalam pengembangan kurikulum.
Sementara itu,
kelemahannya adalah :
a.
Tidak adanya keseragaman, untuk situasi yang membutuhkan
keseragaman, demi persatuan dan kesatuan nasional, bentuk ini kurang tepat
b.
Tidak adanya standar penilaian yang sama, sehingga sukar untuk
diperbandingkan keadaan dan kemajuan syartu sekolah/wilayah dengan
sekolah/wilayah lainnya
c.
Adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa ke sekolah atau
wilayah lain
d.
Sukar untuk mengadakan pengelolaan dan penilaian secara nasional
e.
Belum semua sekolah atau daerah yang mempunyai kesiapan untuk
menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri
3.
Peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat
sentral-desentral
Pengembangan kurikulum ini bertujuan untuk mengatasi kedua bentuk
kurikulum tersebut, bentuk campuran antara keduanya bisa digunakan, yaitu
bentuk sentral-desentral. Beberapa waktu yang lampau di perguruan tinggi di
Indonesia memakai model pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi.
Tiap universitas, institut, atau akademi memiliki otonomi untuk menyusun dan
mengembangkan kurikulum sendiri, satu berbeda dengan yang lainnya. Dewasa ini
kadar desentralisasinya mulai berkurang, dengan adanya usaha-usaha ke arah
penyeragaman. Untuk beberapa perguruan tinggi sejenis dikembangkan kerangka
kurikulum dan kelompok-kelompok mata kuliah program inti yang seragam.
Dalam kurikulum yang dikelola secara desentralisasi dan juga yang
sentral-desentral, peranan guru dalam pengembangan kurikulum ini jauh lebih
besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru juga
turut berpartisipasi, bukan hanya menjabarkan kurikulum induk ke dalam program
tahunan, program semester, catur wulan maupun ke dalam satuan pelajaran, tetapi
juga di dalam menyusun kurikulum secara keseluruhan untuk sekolahnya. Guru-guru
juga ikut andil dalam merumuskan setiap komponen dan unsur dari kurikulum itu
sendiri sehingga mereka mempunyai perasaan turut memiliki kurikulun dan
terdorong untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya dalam pengembangan
kurikulum[7].
Karena itulah guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah
diikutsertakan, mereka akan memahami dan betul-betul menguasai kurikulumnya,
dengan demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan
lancar. Guru bukan hanya berperan sebagai pengguna, tetapi sebagai perencana,
pemikir, penyusun, pengembang, pelaksana, dan evaluator kurikulum[8].
Sedangkan menurut Murray Printr sebagaimana
yang dikutip oleh Wina Sanjaya, peran guru dalam pengembangan kurikulum di
dalam tatanan kelas adalah sebagai berikut:
1.
Peran guru
sebagai pelaksana (implementer) kurikulum
Sebagai implementer,
guru berperan untuk menjalankan kurikulum yang sudah ada. Guru tidak mempunyai
ruang untuk menentukan isi kurikulum maupun target dari kurikulum itu sendiri.
Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus
kurikulum yang dirancang secara terpusat oleh Garis-garis Besar Program
Pengajaran. Dalam GBPP yang berbentuk matriks telah ditentukan mulai dari
tujuan yang harus dicapai, materi yang harus disampaikan, metode dan media yang
harus digunakan, dan sumber belajar serta bentuk evaluasi sampai kepada
penentuan waktu kapan materi pelajaran harus disampaikan semuanya telah
ditentukan oleh pemerintah pusat sebagai pemegang kebijakan[9].
Dalam
pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang bertanggung
jawab dalam melaksanakan berbagai ketentuan yang sudah ada. Oleh karena itu
tingkat kreativitas dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran sangat
lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaharuan dalam
pengembangan kurikulum. Mengajar bukan dianggapnya sebagai pekerjaan
profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas keseharian.
2.
Peran guru
sebagai penyelaras (adapter) kurikulum.
Sebagai adapter, guru berperan
sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik kebutuhan siswa dan kebutuhan
daerah. Dalam pengembangan ini guru diberikan kewenangan untuk menyesuaikan
kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal.
Dalam kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) misalnya para
perancang kurikulum hanya menetukan standar isi sebagai standar minimal yang
harus dicapai, seperti apa implementasinya, kapan waktunya, dan hal-hal teknis
lainnya ditentukan seluruhnya oleh guru. oleh karena itu, peran guru sebagai adapter
lebih luas cakupannya dibandingkan dengan peran guru sebagai implementer.
3.
Peran guru
sebagai pengembang (developer) kurikulum
Sebagai
developer, guru sebagai pengembang kurikulum mempunyai wewenang dalam
mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi
pelajaran yang akan diberikan kepada siswa, tetapi juga dapat menentukan metode
dan strategi apa yang akan dikembangkan serta bagaimana mengukur
keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun
kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah, serta sesuai
dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa. Pelaksanaan peran ini dapat di
lihat dalam pengembangan kurikulum muatan lokal dalam sebagai bagian dari
struktur KTSP. Pengembangan kurikulum muatan lokal sepenuhnya diserahkan kepada
masing-masing tiap satuan pendidikan karena kurikulum muatan lokal antar
sekolah berbeda-beda. Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing sekolah.
4.
Peran guru
sebagai peneliti (researcher) kurikulum
Sebagai researcher, sebagai fase
terakhir adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum. Peran ini dilaksanakan
sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam
meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam peran sebagai peneliti, guru
memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya
menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektivitas program, menguji strategi
dan model pembelajaran, dan termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan
siswa mencapai target kurikulum. Salah satu metode yang disarankan dalam
penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu metode penelitian
yang berangkat dari masalah yang dihadapi guru dalam implementasi kurikulum.
Dengan penelitian ini, guru dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Dengan
demikian, dengan PTK bukan saja dapat menambah wawasan keilmuwan guru, tetapi
guru juga dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.[10]
Dari dua pendapat di atas, menurut penulis,
secara substansi tidak ada perbedaan, seperti halnya peran guru sebagai
pelaksana kurikulum (implementer) seperti yang dikemukakan oleh
Murray Printr itu sama dengan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang
bersifat sentralisasi sebagaimana pendapat Nana Syaodih Sukmadinata, di mana
peran guru dalam pengembangan kurikulum hanya sebagai pelakasana dari kurikulum
yang telah disusun oleh tim khusus di tingkat pusat. Guru tidak mempunyai ruang
untuk menentukan isi kurikulum maupun target dari kurikulum itu sendiri. Begitu
juga dengan peran guru sebagai penyelaras (adapter) itu juga sama dengan
peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi, di mana
dalam pengembangan ini guru diberikan wewenang untuk menyusun dan menyesuaikan
kurikulum yang sudah ada sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, dan
perkembangan daerah serta kemampuan sekolah tersebut.
Sedangkan peran guru sebagai pengembang (developer)
dan peran guru sebagai peneliti (researcher) secara substansi itu juga
sama dengan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat
sentral-desentral, di mana peran guru dalam pengembangan kurikulum ini jauh
lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi maupun
desentralisasi, guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran dari
siswa, tetapi juga dapat menentukan metode, dan strategi apa yang akan
dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya.
Dalam konteks pengembangan kurikulum pendidikan
agama Islam, merupakan tuntutan peran yang harus diperankan oleh guru adalah
untuk menumbuhkan nilai-nilai ilahiyah yang selaras dengan nilai-nilai Islam
terhadap mental peserta didik, nilai ilahiyah tersebut berkaitan dengan konsep
tentang ke-Tuhan-an dan segala sesuatu bersumber dari Tuhan. Nilai ilahiyah
berkaitan dengan nilai Imaniyah, Ubudiyah dan Muamalah. Dalam hal ini guru
harus berusaha sekuat tenaga untuk mengembangkan diri peserta didik terhadap
nilai-nilai tersebut.
Peran guru dalam menumbuhkan nilai-nilai
ilahiyah akan lebih meningkat apabila disertai dengan berbagai perubahan,
penghayatan, dan penerapan strategi dengan perkembangan jiwa peserta didik yang
disesuaikan dengan jiwa peserta didik. Dengan demikian, guru PAI haruslah
melakukan berbagai upaya dalam pengembangan kurikulum PAI dengan berbagai cara
yang bersifat adoptif, adaptif, kreatif, dan inovatif.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Guru merupakan
titik sentral, yaitu sebagai ujung tombak di lapangan dalam pengembangan
kurikulum. Guru memegang peranan yang sangat penting, baik dalam perencanaan
maupun pelaksanaan kurikulum. Pengembangan kurikulum adalah proses
perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan
spesifik.
Pengembangan kurikulum dilihat dari segi pengelolaan dapat dibedakan antara yang bersifat
sentralisasi, desentralisasi, dan sentral-desentral. Menurut Murray
Printr, peran guru dalam pengembangan kurikulum di dalam tatanan kelas adalah:
sebagai pelaksana (implementer) kurikulum, sebagai penyelaras (adapter)
kurikulum, sebagai pengembang (developer) kurikulum, dan sebagai peneliti
(researcher) kurikulum.
B.
Saran
Guru memegang
peranan yang cukup penting baik didalam perencanaan maupun pelaksanaan
kurikulum. Guru diharapkan mampu menjadi profesional ketika dihadapkan pada
beberapa keadaan rumit yang berbeda dan mampu mengembangkan kurikulum secara
baik dan benar demi tercapainya pembelajaran yang diberikan kepada siswanya.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Arif, Saiful. 2009. Pengembangan Kurikulum. Pamekasan: STAIN
Pamekasan Press
Hamalik, Oemar. 2011. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Haryati, Nik. 2011. Pengembangan Kurikulum PAI. Bandung: Alfabeta,
Saebani, Beni Ahmad & Hendra Akhdiyat. 2009. Ilmu Pendidikan
Agama Islam. Bandung: Pustaka Setia
Sanjaya, Wina. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan
Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Siswanto. 2012. Pendidikan Islam dalam Dialektika Perubahan. Yogyakarta:
SUKA-Press
Sudjana, Nana. 2013. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di
Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya
[1] Nik
Haryati, Pengembangan Kurikulum PAI, ( Bandung: Alfabeta, 2011), hal.
105-106
[2] Beni
Ahmad Saebani & Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Agama Islam, (Bandung:
Pustaka Setia, 2009), hal.249
[3] Siswanto,
Pendidikan Islam dalam Dialektika Perubahan, (Yogyakarta: SUKA-Press,
2012), hal 55-56
[4] Nana
Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo Offset, 2013), hal.16
[5] Oemar
Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum , (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), hal.183-184
[6] Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2013), hal.160-161
[7] Saiful
Arif, Pengembangan Kurikulum (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2009),
hal.146
[8] Nana
Syaodih Sukmadinata, Op.,Cit, hal. 202
[9] Wina
Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013),hal.28